Kamis, 06 Maret 2008

Kehidupan Pesantren Al Musri'

Lokasi

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadi perlintasan jalan provinsi yang menghubungkan ibukota, Jakarta dengan ibukota provinsi Jawa Barat, Bandung . Memasuki kota Cianjur berarti memasuki tatar santri atau kota santri. Dua kemungkinan mengapa Cianjur disebut tatar santri, yaitu karena religiusitas masyarakat Cianjur ataupun karena pengaruh pesantren yang begitu kental dalam kehidupan masyarakat Cianjur. Hal ini juga dapat terbaca dari dicetuskannya GERBANG MARHAMAH (Gerakan Masyarakat Berakhlakul Karimah), sebuah gerakan moralit sebagai salah satu respons dari dampak negatif modernitas. Meski pro dan kontra mewarnai gerakan ini, akan tetapi hal ini dapat dilihat sebagai cerminan religiusitas masyarakat Cianjur. Gerakan yang dideklarasikan oleh ormas-ormas Islam Cianjur ini pada pelaksanaannya melibatkan pesantren untuk menyosialisakan gerakan tersebut dengan dimotori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cianjur. Jumlah pesantren yang terdaftar di Departemen Agama hingga saat ini adalah sebanyak 410 pesantren (Depag, Data Emis Tahun 2005/2006). Dari jumlah ini tampak bahwa peran pesantren sangat signifikan dalam memengaruhi perubahan di tengah-tengah masyarakat, Cianjur khususnya.

Pondok Pesantren Al Musri memiliki keunikan dalam sistem pendidikan. Meski Al Musri adalah pesantren salafiyah yang memfokuskan diri pada pembelajaran kitab kuning, dalam penyelenggaraannya juga menerapkan sistem modern. Tingkatan pendidikan yang ada: ibtida’iyah, tsanawiyah, aliyah, ma’had aly dan dirasatul ulya. Selain itu, pondok pesantren dengan kerjasama dengan Depag dan Diknas menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan paket B dan C, yang diperuntukan bagi santri dan masyarakat sekitar. Keterlibatan pesantren dalam program ini menunjukan keterbukaan untuk menerima ide-ide progresif. Hal ini tidak hanya terjadi dalam pendidikan, tetapi dalam berbagai aspek kehdupan yang merupakan kosekuensi positif dari globalisasi. Sebagai contoh, keterlibatan pesantren dalam politik, pendirian kopontren sebagai penunjang ekonomi, dan keterlibatan pesantren dalam upaya menjaga harmoni kehidupan antarumat beragama.

PP Al Musri sendiri berlokasi di Kecamatan Ciranjang, yang dilintasi oleh jalan raya Bandung, yang merupakan jalan raya provinsi. Sehingga tidak heran apabila di sepanjang pinggiran jalan raya Ciranjang banyak terdapat warung-warung makan atau restoran tempat beristirahat bus-bus jurusan Parahyangan. Selain itu, sawah-sawah yang menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat Cianjur juga menjadi pemandangan yang jamak. Tepatnya di desa Kerta Jaya, Al Musri berada. Letaknya berbatasan dengan Desa Sindang Jaya, di sebelah timur; Desa Karang Wangi di sebelah selatan dan Kabupaten Bandung di sebelah utara. Karena berada tepat di perbatasan antara desa Kerta Jaya dan Sindang Jaya, terkadang seringkali orang yang baru berkunjung keliru mengira bahwa PP Al Musri terletak di Desa Sindang Jaya. Jarak Kantor Desa Kerta Jaya 1 km dari PP Miftahul Huda Al Musri. Desa Kerta Jaya bukanlah desa terpencil yang sulit diakses. Hanya dengan Rp 2500,- angkutan kota dari pasar Ciranjang akan mengantar sampai ke depan PP Miftahul Huda Al Musri.

Meski kecamatan Ciranjang bukanlah kabupaten termiskin di Cianjur, pesantren ini adalah tempat program PPK IPM (Program Pendanaan Kompetesi untuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia) diselenggarakan. Program PPK IPM merupakan program pemerintah daerah sebagai upaya peningkatan pembangunan kabupaten Cianjur melalui pendidikan. Program ini direalisasikan melalui program pendidikan kesetaraan Paket B dan C.


Pesantren

Pesantren Al Musri adalah pesantren salafiyah yang juga melaksanakan program pendidikan kesetaraan Wajardikdas dan Paket B dan C. Selain itu, akses ke pesantren tidaklah sulit. Hanya dengan jarak tempuh sekitar 10 menit dengan kendaraan dari Jalan Raya Bandung, kita sudah sampai ke Pesantren Al Musri Miftahul Huda.

Pesantren ini didirikan 48 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1959 oleh KH. Ahmad Faqih bin Quardi di atas tanah wakaf keluarga beliau. Pesantren ini kemudian diturunkan kepada ahli waris nya hingga saat ini bersada di bawah pengasuhan KH. Mama Ali Murtadlo, dengan KH. Syaiful Uyun sebagai ketua dewan pengasuh. Bermula dari jumlah santri sekitar 40-50 orang yang ditampung dalam 10 kobong (kamar) yang terbuat dari kayu untuk santri putra dan 2-3 kamar untuk santri puteri. Barulah atas swadaya masyarakat dan dana pribadi pendiri, pesantren diperluas. Nama Al Musri baru ada kemudian, sebelumnya nama pesantren hanya Miftahul Huda saja. Nama Al Musri ditambahkan seiring dengan perubahan sistem pembelajaran di pesantren.

Mengingat pengalaman sesepuh pesantren yang harus menempuh 10-12 tahun di pesantren untuk dapat menguasai kitab-kitab kuning yang diajarkan di pesantren. Dari situlah pendiri mulai memikirkan metode cepat untuk belajar di pesantren. Akhirnya hanya dengan sekitar 6 tahun santri sudah dinyatakan lulus dari pesantren. Hal ini dilakukan dengan mengambil materi-materi yang prinsipil saja. Seperti untuk belajar lughot, maka yang dipelajari hanya kitab jurumiyah dan alfiyah saja, yang lain nya tidak. Begitu pula dengan ilmu-ilmu lain, seperti fiqh dan tauhid. Untuk itu pesantren menerapkan system modern dengan tingkatan-tingkatan kelas. Tingkatan ini terdiri dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah. Tingkat Ibidaiyah dapat ditempuh dengan dua semester, sedangkan tsanawiyah dan aliyah ditempuh dengan masing-masing 3 semester. Sehingga lama pendidikan di pesantren adalah lima tahun setengah. Tingkatan-tingkatan tersebut tidak ditentukan oleh usia, tapi oleh kemampuan santri. Bila dinyatakan mampu, santri sudah bias langsung masuk ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk santri yang belum bias membaca Al Qur’an dan sholat, maka ia harus duduk di tingkat I’dadi yang berada di bawah ibtida’iyah. Santri-santri yang masuk ke pesantren ini pun tidak dibatasi oleh usia. Sehingga adapula santri-santri yang sebetulnya sudah lulus SLTP atau SLTA bahkan kuliah, baru kemudian nyantri di Al Musri.

Kegiatan belajar kitab kuning di pesantren diakui oleh para santri sangatlah padat. Bahkan diwaktu senggang para santri menggunakannya untuk menghafal beberapa kitab yang wajib dihafal. Setelah lulus, santri masih harus mengabdi selama satu tahun. Masa pengabdian santri diisi dengan kegiatan mengajar baik di dalam maupun di luar pesantren. Untuk di dalam pesantren, santri-santri senior ini mengajar santri junior dan juga mengajar di TK, TPA dan Madrasah Diniyah yang dimiliki pesantren. Di luar pesantren, santri-santri diutus untuk mengajar di pengajian dan majelis ta’lim. Saat ini kegiatan tersebut sudah dilakukan di empat desa sekitar pesantren yang terdiri dari sekitar 50 majelis ta’lim.

Selain kegiatan belajar kitab kuning, pesantren juga telah bekerjasama dengan Depag dan Diknas untuk menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan, Wajardikdas, Paket B dan Paket C. Program ini sudah dimulai sejak tahun 2002. Diawali dengan program Depag, baru kemudian program Diknas satu tahun kemudian. Yang berbeda dari program yang selenggarakan oleh dua departemen ini adalah perbedaan usia. Program yang diselenggarakan Depag tidak membatasi usia siswa. Sehingga meski program ini seharusnya hanya diperuntukan oleh santri yang mukim, pada prakteknya banyak warga sekitar pesantren yang mengikuti kegiatan ini. Hingga saat ini pesantren sudah menyelenggarakan tiga kali ujian dengan meluluskan sekitar 100 orang. Dengan adanya program ini diharapkan para santri akan memiliki iajazah yang dapat digunakan untuk melanjutkan kuliah.

Selain program tersebut di atas, pesantren telah menyiapkan santri dengan pendidikan keterampilan yaitu agribisnis. Sehingga diharapkan santri siap terjun di masyarakat dengan bekal ilmu agama dan juga keterampilan. Program agribisnis di pesantren juga menjadi program unggulan. Pesantren saat ini sudah mememiliki unit-unit agribisnis yang terdiri dari pertanian padi (dengan varietas unggulan seperti IR 65, Ciherang, Pandan Wangi, dan Ketan) dan Palawija (Kangkung darat/air, Cabai dan okra), Perikanan (Ikan Nila Gift, Gurami, Lele, Mas), Peternakan (Domba/ Kambing, Bebek). Untuk saat ini, pendidikan keterampilan agribisnis masih diperuntukan untuk santri laki-laki, karena santri laki-laki dan perempuan tidak diperkenankan untuk bercampur. Untuk santri perempuan, keterampilan yang diajarkan adalah keterampilan menjahit dan tata boga. Akan tetapi pada pelaksanaannya, hambatan yang dihadapi adalah tempat. Pesantren sudah memiliki 5 unit mesin jahit dan 1 mesin obras. Akan tetapi belum ada tempat yang memadai untuk memaksimalkan program ini. Kegiatan jahit-menjahit masih dilaksanakan di rumah-rumah pengasuh pesantren. Sedangkan untuk mesin obras, pesantren mempercayakannya pada pesantren lain yang merupakan pesantren yang diasuh oleh alumni Al Musri, untuk menggunakan mesin tersebut.

Selain unit usaha agribisnis, pesantren memiliki Koperasi Pesantren yang melayani simpan pinjam. Kopontren ini selain digunakan untuk memasarkan produk pertanian yang dihasilkan oleh pesantren juga melayani simpan pinjam, yang juga diperuntukan bagi masyarakat, termasuk diantaranya kredit perumahan.

Mengenai fasilitas pesantren, pengasuh pesantren merasa bahwa fasilitas yang dimiliki sekarang belumlah cukup memadai. Dengan santri yang berjumlah 600 santri, pesantren hanya mampu menyediakan 60 kamar. Sehingga satu kamar dihuni oleh 10 orang santri. Santri-santri tersebut menempati kamar berukuran sekitar 2 x 3 meter dan tidak mendapatkan tempat tidur. Santri tidur di bawah dengan tikar atau karpet. Untuk kegiatan belajar mengajar, santri belajar di ruangan-ruangan tanpa kursi, termasuk di masjid. Karena itu pesantren pernah mendapat bantuan dari Depag untuk membangun gedung Wajardikdas yang digunakan untuk kegiatan belajar santri. Saat ini pesantren sedang membangun gedung untuk agribisnis.

Untuk fasilitas ICT, pesantren saat ini sudah memiliki 5 unit computer yang tersebar dibeberapa tempat, seperti rumah kiyai, kantor sekertariat pesantren dan kantor sekertariat keputrian. Selain untuk mengurus administrasi pesantren, computer-komputer ini juga digunakan untuk belajar santri. Selain itu pesantren sudah memiliki telepon yang terdapat di rumah-rumah pengasuh pesantren. pesantren merasa bahwa fasilitas yang dimiliki saat ini masih kurang baik yang mendukung kegiatan belajar maupun fasilitas yang pendukung kenyamanan tinggal santri.

Pembiayaan pesantren saat ini, selain dari iuran yang dibayarkan santri perbulan, sebesar Rp. 150.000,-, pembiayaan pesantren juga ditutupi oleh hasil agribisnis.

Dalam hubungan dengan pihak eksternal pesantren, pesantren Al Musri menjalin hubungan baik dengan birokrasi maupun dengan masyarakat setempat. Hubungan dengan pemerintah terjalin dengan kerjasama-kerjasama baik di bidang pendidikan maupun pengelolaan agribisnis. Hingga saat ini pesantren sudah menjalin kerjasama dengan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan dan dengan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam pengelolaan Koperasi Pesantren dan Agribisnis.

Dalam hal politik, elit pesantren sangat kental dengan ke- Nahdlatul Ulama-annya. Sehingga kiyai berafiliasi pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Akan tetapi hal ini tidak menjadikan pesantren secara kelembagaan menjadi “pesantren PKB”. Pesantren membebaskan santrinya untuk berafiliasi pada partai politik manapun, termasuk pada masa pemilihan kepala daerah. Diakui oleh pengasuh, ketika zaman orde baru, pesantren agak riskan ketika ada pejabat yang menawarkan bantuan ke pesantren, karena ujung-ujungnya akan mewajibkan pesantren memilih partai politik tertentu.

Kerjasama dengan Kandepag

Dari penelitian yang dilakukan, beberapa pesantren yang dikunjungi yang menyelenggarakan PKBM pada umumnya lebih menginduk ke Diknas dari pada ke Depag. Meski di pesantren Al Musri, kerjasama dengan Depag lebih dulu dilakukan dalam penyelenggaraan Wajardikdas, akan tetapi pada prakteknya yang lebih aktif pada tahap operasional adalah Diknas. Untuk Depag, penyelenggaraan Wajardikdas penekanannya lebih pada saat ujian, dan para siswa belajar mandiri tanpa tatap muka rutin dan intens dengan tutor. Depag memberikan modul untuk dipelajari sendiri oleh siswa warga belajar. Kerjasama yang dilakukan oleh pesantren selain Wajardikdas adalah juga Paket C. Hanya saja untuk paket C ini, Depag hanya mengeluarkan izin operasionalnya saja. Sedangkan untuk pelaksanaannya diserahkan kepada Diknas.

Kerjasama dengan Kantor Dinas Pendidikan Nasional dan Jardiknas

Dari pengamatan yang dilakukan, di kabupaten Cianjur tampak bahwa program pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh Diknas tampak terkelola dengan baik. Dari dua pesantren dengan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang peneliti kunjungi, terlihat bahwa program Paket B dan C dikelola secara baik oleh personil dari staff Diknas bekerjasama dengan pesantren. Di pesantren al Istiqlal Sukaluyu misalnya, kegiatan PKBM yang diselenggarakan Diknas di pesantren telah menampakan hasil. Dengan adanya pelatihan menjahit dan beberapa unit mesin jahit yang disumbang oleh Diknas, pesantren telah mampu mendirikan usaha konveksi dan sudah berproduksi. Begitu pula dengan keterampilan pertanian dan peternakan. Hingga saat ini di Pesantren Al Istiqlal pendidikan life skills yang sudah dan sedang berjalan adalah pendidikan computer, keterampilan menjahit, meubel, perbengkelan, pertanian, peternakan dan tata rias rambut dan tata boga. Untuk Pesantren Miftahul Huda Al Musri pendidikan life skills lebih difokuskan pada pertanian, peternakan dan perikanan yang memang potensi utama pesantren. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan lahan yang dimiliki oleh pesantren. Selain itu, pesantren bercita-cita untuk menjadikan dirinya sebagai tolok ukur bagi pengembangan teknologi pertanian. Mengingat bahwa masyarakat Cianjur adalah masyarakat agraris, begitu pula santri yang mayoritas berasal dari pedesaan. Kasubdin PLSPOBUD (Kepala Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Pemuda Olah Raga dan Budaya) Kabupaten Cianjur, Bapak Drs. Himam Haris, MPd. menegaskan bahwa pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan di pesantren berbasis pada pendidikan keterampilan. Untuk mempersiapkan santri untuk menjadi produktif saat mereka berada di tengah-tengah masyarakat.

Hal lain yang menunjukan keseriusan penyelenggaraan program Paket B dan C Diknas adalah kegiatan belajar mengajar yang secara rutin dilaksanakan setiap hari kamis dan jum’at setiap minggunya. Termasuk kunjungan penanggung jawab lapangan setiap hari belajar. Dalam penyelenggaraan program ini tenaga pengajar selain berasal dari personil Diknas juga melibatkan santri senior sebagai tutor. Tenaga pengajar yang berasal dari Diknas seluruhnya telah menyandang gelar sarjana.

Memberikan penawaran kepada pesantren untuk menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan bukanlah sesuatu yang mudah. Ada kecenderungan awal bahwa pesantren salafiyah di Cianjur resistant terhadap ide-ide baru termasuk pada pendidikan kesetaraan. Oleh karena itu, untuk memulainya, Diknas menggunakan strategi tertentu untuk dapat diterima. Hal yang dilakukan pada awal penawaran program adalah menawarkan program peternakan. Program ini agaknya mudah diterima. Baru kemudian Diknas menjelaskan pentingnya pendidikan. Barulah kemudian program-program yang ditawarkan oleh Diknas mudah untuk diterima di pesantren.


Kabupaten Cianjur

Desa Kertajaya, Ciranjang, Cianjur, dihuni oleh 6754 jiwa penduduk. Dari Jumlah itu mayoritas bermatapencaharian sebagai petani (sebanyak 950 jiwa), sedangkan jumlah buruh tani adalah sebanyak 470. Juandi, Kepala Desa Kerta Jaya mengatakan bahwa sesungguhnya presentasi buruh tani di Desa Kertajaya mencapai 80% dari total jumlah penduduk. Hamparan sawah-sawah luas di Desa Kertajaya, menurutnya, pada umumnya tidak dimiliki oleh penduduk setempat, akan tetapi dimiliki oleh orang-orang di luar Kertajaya dan bahkan di luar Cianjur, seperti Bandung dan Jakarta. Banyaknya presentasi jumlah buruh tani menurut kepala desa, berasal dari orang-orang yang dulunya sudah bekerja di kota tetapi kemudian di PHK. Mereka kembali ke desa, namun karena tidak memiliki keahlian lain akhirnya menjadi buruh tani adalah sebuah pilihan.

Keunikan dari Desa Kerta Jaya adalah kemajemukan masyarakatnya dalam hal kepercayaan. Desa Kerta Jaya penduduknya banyak menganut agama Islam dan Kristen. Dari Jumlah total penduduk, 5.421 orang beragama Islam dan 1.310 beragama Kristen. Perbandingan jumlah ini cukup unik dibanding dengan kebanyakan desa di Kabupaten Cianjur yang jumlah non-Muslimnya dapat dihitung dengan jari. Untuk menjaga harmoni antara kedua kelompok umat beragama, aparat desa bersama-sama dengan para pemimpin agama berasama-sama mengarahkan warga untuk tetap saling menghormati dan menjaga harmoni. Untuk itu, dibentuklah FKPB (Forum Komunikasi Umat Beragama). Sehingga, sampai saat ini tidak pernah ada konflik antaragama yang muncul. Meski isu-isu tentang kristenisasi kadang berhembus, pengasuh Pesantren Al Musri melihat bahwa hal ini harus disikapi dengan bijak.

Kesejahteraan

Hasil Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2006 BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa presentasi RMT Miskin di Kabupaten Cianjur mencapai 32,81% yaitu sejumlah 196.486, yang menempati rangking tertinggi ke-lima di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat, 2006). Sedangkan Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Kabupaten Cianjur pada tahun 2005, menurut data BPS, adalah Rp. 196.486. Angka ini menempati urutan ke-tujuh terendah di Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat, 2006).

Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Musri berlokasi di Kecamatan Ciranjang kabupaten Cianjur. Dalam hal kesejahteraan, pada tahun 2006 Kecamatan Ciranjang menduduki peringkat kesejahteraan tertinggi ke-5 di Kabupaten Cianjur. Hal ini tampak melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kecamatan Ciranjang yang mencapai angka 61, 91. Angka Indeks Pembangunan Manusia diperoleh dengan menjumlahkan tiga komponen yang terdiri atas Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan dan Indeks Daya Beli.

Desa Kerta Jaya, lokasi Pondok Pesantren Al Musri memiliki potensi alam yang kaya, terutama di bidang pertanian. Namun sebagaimana telah disebutkan, mayoritas penduduk bukan petani pemilik lahan. Seringkali distribusi beras miskin (Raskin) dijadikan ukuran kesejahteraan penduduk setempat. Desa Kerta Jaya sendiri mendapatkan 5700 kg beras untuk didistribusikan ke keluarga miskin. Sehingga, Dari jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Kerta Jaya yang berjumlah 1799 kepala keluarga, hanya 285 kepala keluarga yang mendapatkan beras miskin. Meski demikian, dengan angka ini, tidak berarti bahwa penduduk Desa Kerta Jaya berada di atas kesejahteraan rata-rata, hanya saja dapat dikatakan cukup.

Pendidikan

Kabupaten Cianjur tercatat sebagai kabupaten dengan Angka Partisipasi Sekolah rendah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), APS kabupaten Cianjur adalah yang terendah di Provinsi Jawa Barat. Salah contohnya adalah Angka Partisipasi Sekolah SLTP dan SLTA kabupaten Cianjur. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Usia Kabupaten Cianjur untuk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun, yang diperoleh dari hasil pendataan BPS Jawa Barat, adalah sejumlah 66,30 dan 23,28 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2006). Sedangkan Angka Pendidikan yang ditamatkan (PDT) adalah sejumlah 9, 71 dan 5,92. (BPS Provinsi Jawa Barat 2006) Dari angka-angka tersebut diperoleh bahwa selisih rata-rata APS dan PDT Kabupaten Cianjur adalah 36, 99. Angka ini menunjukan bahwa selisih APS usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun dan PDT Kabupaten Cianjur merupakan angka terendah kedua di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Tasikmalaya yang rata-rata selisih APS usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun dan PDT-nya berjumlah 36,87.

Untuk mengatasi rendahnya partisipasi sekolah di Kabupaten Cianjur, maka pemerintah daerah bersama dengan Dinas Pendidikan Nasional kabupaten melakukan upaya-upaya peningkatan partisipasi sekolah melalui penyelenggaraan program-program pendidikan kesetaraan seperti paket B dan C. Diakui oleh Kadis PLS Diknas Cianjur, bahwa APBD Cianjur terbanyak di fokuskan untuk program paket B dan C. Program ini adalah program pendidikan berbasis keterampilan dan life skill untuk menyiapkan lulusan-lulusannya mampu berperan dalam kegiatan perekonomian daerah.

Program pendidikan kesetaraan, salah satunya difokuskan di pesantren-pesantren salafiyah di Kabupaten Cianjur. Mengingat banyaknya santri pesantren salafiyah yang tidak mengikuti pendidikan formal dan mendapatkan ijazah formal yang dikeluarkan baik oleh Diknas ataupun Depag. Hal ini dikarenakan kecenderungan pesantren salafiyah yang sangat memegang tradisi sehingga menjadikan mereka tertutup dan resistance terhadap modernisasi, termasuk terhadap pendidikan non-agama. Bapak Himam, Kasubdin PLS POBUD (Kepala Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Pemuda Olah Raga dan Budaya) Kabupaten Cianjur, mengisahkan bagaimana sulitnya mendekati pesantren untuk mengajak mereka terlibat dalam pendidikan formal. Diawali dengan program kerjasama berternak ayam antara Diknas dengan pihak pesantren, akhirnya pesantren mau membuka diri untuk program-program lainnya. Tentu setelah melihat keberhasilan program tersebut. Hingga saat ini sudah lebih dari 100 pesantren yang mau menerima Diknas dan menyelenggarakan program kesetaraan di pesantren.

Salah satu program yang sedang dilaksanakan adalah Program kesetaraan PPK IPM (Program Pendanaan Kompetesi untuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia). Program yang didanai oleh APBD menjaring 80 pesantren di 12 Kecamatan se-Kabupaten Cianjur. Salah satu pesantren yang menjadi lokasi penyelenggaraan program ini adalah Pesantren Miftahul Huda Al Musri. Pesantren ini sudah sejak tahun 2002 ikut serta dalam penyelenggaraan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dengan bekerjasama baik dengan Depag maupun dengan Diknas. Sehingga santri yang mondok di pesantren tidak hanya mendapatkan pendidikan kitab kuning, seperti pesantren-pesantren salafiyah pada umumnya, tetapi juga ijazah kesetaraan.

Latar belakang kesediaan Pesantren Al Musri menyelenggarakan program ini adalah karena pengelola menyadari perlunya mendapatkan pendidikan formal dan mendapatkan ijazah yang legal dari pemerintah untuk dapat berperan di masyarakat. Sebagai contoh mengapa ijazah formal dibutuhkan terdapat pada kisah berikut. Seorang tokoh Cianjur terjegal untuk dapat mencalonkan diri di bursa pemilihan bupati pada tahun 2000 karena hanya memiliki ijazah pesantren. Karena itulah pesantren membuka diri untuk bekerjasama dengan pihak pemerintah. Lebih dari itu, pesantren berkeinginan agar santri-santrinya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi untuk mengembangkan apa yang sudah mereka dapatkan di pesantren, yang tidak selalu pendidikan agama, tetapi juga pertanian, agribisnis dan lain-lain. Keterbukaan ini juga dilatarbelakangi oleh pengalaman pengasuh pesantren. KH. Saeful Uyun dapat meraih gelar LC di universitas Madinah dengan beasiswa dari pemerintah Arab Saudi berkat ijazah kesetaraan yang dimilikinya. Beliau bersama dua rekannya dari Pesantren Miftahul Huda Al Musri menempuh pendidikan tinggi selama beberapa tahun di Universitas Madinah.

Pendidikan yang Dibutuhkan

Secara umum kabupaten Cianjur memiliki potensi Sumber Daya Alam yang kaya, baik pertanian, peternakan, pariwisata dan hutan. Mendengar nama Cianjur, spontan orang akan teringat dengan daerah wisata Puncak yang terkenal dengan keindahan alamnya, beras pulen Cianjur dan hayam (ayam) pelung, yang terkenal dengan kualitas suaranya yang merdu. Potensi-potensi ini membutuhkan pengelolaan serius yang dapat ditingkatkan dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan, seperti yang dikatakan oleh Bapak Himam Haris, Kasubdin PLS Diknas. Karena itulah, program kesetaraan paket B dan C yang diselenggarakan di Kabupaten Cianjur diarahkan pada pendidikan keahlian dan keterampilan yang difokuskan pada bidang-bidang yang mendukung pemanfaatan potensi SDA Cianjur, seperti di bidang pertanian, peternakan, industri mebel, juga keahlian-keahlian lain seperti perbengkelan, konveksi dll.

Miftahul Huda Al Musri adalah pondok pesantren salafiyah yang memfokuskan pada pendidikan kitab kuning. Pondok Pesantren ini menerapkan system pembelajaran yang cukup unik. Meski Pesantren Al Musri adalah pesantren salafiyah yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal standar pemerintah Indonesia, pesantren dalam pembelajaran kitab, menerapkan metode kurikulum modern. Hal ini dilakukan dengan menetapkan tingkatan-tingkatan dalam system pembelajaran. Tingkatan-tingkatan tersebut terdiri dari ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah, ma’had aly dan dirosatul ‘ulya. Tingkatan ini ditentukan oleh kemampuan baca kitab santri, dan bukan oleh usia. Sehingga tidak heran apabila menemukan santri berusia di atas 20 tahun yang masih menduduki tingkat ibtidaiyah.

Menyadari akan pentingnya peran santri dalam kegiatan ekonomi di masyarakat, maka pesantren membekali santri dengan life skills yang difokuskan pada bidang agribisnis, seperti pertanian, perikanan, peternakan, dll. Latar belakang dipilihnya bidang agribisnis adalah karena potensi sumber daya alam Kabupaten Cianjur yang mendukung berkembangnya sektor ini. Potensi yang sudah sekian lama menjadi tumpuan hidup masyarakat Cianjur. Di lahan seluas 2 ha yang sudah diolah, hingga kini pesantren sudah memiliki beberapa unit agribisnis, di antaranya: pertanian terdiri dari padi (dengan varietas unggulan seperti IR 65, Ciherang, Pandan Wangi, dan Ketan) dan palawija (kangkung darat/air, cabai dan okra); perikanan (ikan nila gift, gurami, lele, mas), peternakan (domba/kambing, dan bebek); sektor industri (konveksi); perdagangan (waserda dan kantin); dan sektor LKS (Unit Simpan Pinjam). Unit-unit usaha ini dikelola oleh parasantri sebagai sarana pembelajaran life skills. Pesantren mengharapkan agar ketika santri kembali ke masyarakat, mereka tidak hanya mengamalkan ilmu agama yang mereka peroleh, tetapi juga dapat berkreasi dengan keterampilan dan keahlian yang mereka miliki.

Sebetulnya ada perbedaan kecenderungan antara santri laki-laki dan santri perempuan dalam hal pendidikan keahlian di Pesantren Al Musri. Pendidikan bidang agribisnis lebih diperuntukan bagi santri laki-laki. Sedangkan kecenderungan santri perempuan, ialah kepada bidang-bidang seperti pendidikan mengajar, tahfidz, dll. Hal lain yang menarik dari sistem pendidikan di Pesantren Al Musri adalah parasantri senior yang sudah menyelesaikan tingkat Aliyah, berkewajiban untuk menjalani masa pengabdian selama satu tahun. Di masa pengabdian ini, parasantri tidak hanya mengabdi di pesantren tetapi juga di masyarakat. Untuk pengabdian masyarakat, saat ini ada sekitar 60 orang santri disebar ke 50 majelis ta’lim di 4 desa sekitar pesantren untuk mengasuh pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Begitupula dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, santri yang sudah menamatkan pendidikan SMA/sederajat sudah dapat menjadi tutor. Pengabdian semacam ini tidak melihat pada tingkatan pendidikan di pesantren. Sehingga santri setingkat ibtidaiyah yang sudah lulus SMA ataupun Sarjana, dapat menjadi tutor Paket B.

Pendidikan keseteraan di ponpes Miftahul Huda Al Musri diselenggarakan dengan bekerjasama dengan Depag dan Diknas Kabupaten Cianjur, yaitu Wajardikdas 9 tahun dan Paket B dan C. Program ini sudah berjalan sejak tahun 2002. Dengan adanya program ini, santri-santri di pesantren Al Musri mendapatkan ijazah kesetaraan yang dapat digunakan untuk bersaing di dunia kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan. Meski tidak mengeyam pendidikan formal seperti anak-anak usia sekolah pada umumnya, santri di pesantren Al Musri memiliki antusiasme tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, seperti pengakuan Lilis, Ima dan Rara, santriwati ponpes Al Musri. Hal ini pun di amini oleh KH. Saiful Uyun, pengasuh pondok pesantren. KH. Saiful Uyun melihat potensi yang dimiliki santri-santri nya dan membebaskan santri untuk memilih kecenderungan mereka. KH. Saiful berkeyakinan bahwa para santrinya akan mampu bersaing di dunia perkuliahan dengan potensi yang mereka miliki meski mereka tidak mengikuti sekolah formal seperti anak-anak seusia mereka pada umumnya. Dengan bekal lifeskill di pesantren, yang langsung mengarah pada pendidikan praktis ketimbang teori, para santri berpotensi untuk menjadi lebih unggul.

Diakui oleh pihak pesantren bahwa dalam penyelenggaraan program-program tersebut di atas, masih terdapat kekurangan-kekurangan, diantaranya pada fasilitas-fasilitas pendukung pendidikan seperti ruangan, alat peraga pendidikan, computer dan lain-lain. Dengan adanya program Learning Distance melalui internet di pesantren, diharapkan bahwa fasilitas internet akan dapat mendukung proses pendidikan dan pengajaran. Selain itu, santri diharapkan akan mendapatkan satu keahlian lain, yaitu computer dan internet. Internet akan dapat menyajikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh santri, seperti informasi mengenai pendidikan tinggi, informasi dunia dan Lebih dari itu, pesantren berencana untuk menggunakan internet sebagai sarana pemasaran hasil produksi agribisnis pesantren

Pengunjung ke

Kontak

Alamat: